Jap Ricky Lesmana: Gagal Jadi Pemain, Kini Latih Klub IBL
Juan Robin/Feature
Siang itu, seorang pelatih basket baru saja tuntas melatih fisiknya, dengan gym. Pembawaannya tenang, tapi terlihat antusias saat bercerita.
Jap Ricky Lesmana namanya. Ia merupakan Asisten Pelatih West Bandits Solo pada gelaran Indonesian Basketball League (IBL) 2021. Di bawah tangan dinginnya dengan pelatih kepala Raoul Miguel “Ebos”, West Bandits Solo berhasil melaju ke babak Playoff IBL 2021 untuk yang pertama kalinya.
Namun, untuk ada di titik karier ini, Ricky mengakui banyak jatuh bangun yang dilaluinya.
“Orang bilang karier saya selalu naik, tetapi banyak up and down untuk saya bisa mencapai titik ini,” kata Ricky.
Gagal, Mulai Dari Nol, dan Hidup dari Basket
Ricky adalah orang yang menyukai basket sejak kelas 5 SD. Sejak kecil, ia sudah hidup dalam keterbatasan. Dalam dunia basket pun, ia menganggap dirinya tak berbakat.
Memasuki dunia SMA, Ricky memantapkan hati dan mencoba bergabung ke klub Buana Jaya. Walaupun klub tersebut meraih berbagai prestasi, ia merasa tidak puas karena tak banyak berkontribusi.
“Di olahraga basket, saya tidak bertalenta. Saya tidak bermain bagus, selalu duduk di bangku cadangan, dan bahkan sangat jarang bermain. Saya frustrasi ketika menjadi pemain,” kenangnya pasrah.
“Dari masih menjadi pemain basket, saya juga sudah suka melatih. Bahkan, saya juga mulai mencoba menjadi wasit. 2002, akhirnya saya melatih SMA Trinitas setelah melihat bakat mereka yang saat itu tidak memiliki pelatih,” lanjutnya.
Ia sempat melatih SMA Trinitas dan berhasil meraih berbagai prestasi di tingkat regional. Melihat potensi dirinya sebagai pelatih, pada 2003, Ricky berlabuh ke SMA Kalam Kudus Kosambi. Ia berhasil membawa sekolah yang kurang tenar itu menjadi semifinalis Hexos Cup 2003 di level Jabotabek.
Seiring berjalannya waktu, nama Ricky mulai dikenal. Ia melatih di berbagai sekolah lainnya. Ricky pernah melatih tim basket SMA Notre Dame, SMA Kemurnian 2, dan SMA Providentia di DKI Jakarta.
“Karier saya sangat pahit dan dimulai dari nol. Prinsip saya satu, jangan mencari materi (uang), tetapi carilah prestasi. Di saat kita mencari prestasi, materi akan datang dengan sendirinya.”
“Saya sempat kerja formal, tetapi saya keluar demi basket. Saya hanya lulusan SMA. Sempat kuliah, tetapi putus (kuliah) karena tidak ada dana. Saya selalu mencoba berdedikasi untuk meraih prestasi dalam dunia basket,” pungkas Ricky.
Semakin percaya diri, Ricky berinisiatif untuk membuat klub basketnya sendiri demi menjaring bakat-bakat muda. Pada 2006, terbentuklah klub Gading Muda yang bermarkas di Jakarta Barat. Setahun berselang, Gading Muda berhasil menjadi juara Kejuaraan Daerah (Kejurda) DKI Jakarta KU-16 dan mewakili DKI Jakarta di Kejurnas 2007.
Lewat klub ini, Ricky mencetak talenta-talenta berbakat, seperti Christian Gunawan (Satria Muda), Abram Nathan (Eks Timnas U-18 FIBA Asia 2016), Darryl Sebastian (Eks Timnas U-18 FIBA Asia 2018), Jason Lie Santoso (kreator konten basket), dan Yevanus Rendika (UPH Eagles).
Dominasi, Konsistensi, hingga Afirmasi
Setelah bertahun-tahun melatih berbagai tim level sekolah, Ricky akhirnya mengepalai SMA Bukit Sion pada 2010, sekolah yang membuat namanya semakin besar di dunia basket.
“Saya masuk ke SMA Bukit Sion karena diajak seorang murid. Tim sekolah ini awalnya tidak terkenal dan dipandang sebelah mata,” ujar Ricky.
Namun, Ricky berhasil membawa perubahan. SMA Bukit Sion meraih peringkat 4 dalam kompetisi Development Basketball League (DBL) DKI Jakarta 2011. Sejak saat itu, kekuatan sekolah ini diperhitungkan di level provinsi.
Pada 2012, SMA Bukit Sion kembali meraih peringkat 4 DBL DKI Jakarta. Setelahnya, sekolah ini berhasil menjadi runner up pada 2013 dan Ricky terpilih menjadi salah satu pelatih yang dikirim ke DBL Camp di Amerika Serikat.
Mengganas, SMA Bukit Sion berhasil menjadi juara DBL DKI Jakarta secara beruntun pada 2014 dan 2015. Prestasi tim sempat menurun pada 2016 yang menjadi semifinalis dan 2017 yang hanya melaju ke putaran 2 DBL DKI Jakarta.
Tak butuh waktu lama, Ricky
Tak membutuhkan waktu lama, Ricky membawa SMA Bukit Sion kembali dominan dengan menjuarai DBL DKI Jakarta pada 2018 dan 2019.
“Kami membina pemain SMA Bukit Sion dari basic. Pemain-pemain telah dibina sejak SD agar bisa berprestasi di tingkat SMA. Saya pun mencoba membentuk karakter pemain dan menanamkan sistem yang saya inginkan secara menyeluruh,” jelas Ricky yang mengidolakan Steve Kerr.
Setelah menjadi juara pada 2018, Ricky menjadi Pelatih Kepala DBL All-star yang berlaga di turnamen yang diselenggarakan Amateur Athletic Union (AAU) di Los Angeles, AS. Timnya berhasil menjadi juara 2.
Untuk klub yang ia rintis, pria yang akrab dipanggil Ko Ricky ini pun berhasil membawa Gading Muda menjadi juara nasional KU-14 2013 dan KU-16 2015.
Segala usaha dan perjuangan yang ia lakukan selama sepuluh tahun lebih berbuah hasil. Ricky berhasil menjadi Asisten Pelatih Timnas Basket Pelajar KU-18 yang berlaga di ASEAN School Games (ASG) 2019.
“Momen yang paling dikenang adalah ketika melatih Timnas di ASG 2019. Kami meraih perak setelah kalah dengan tim kuat Filipina. Memang beda level saat itu,” ujar Ricky saat mengenang momen ia melatih Timnas.
Naik Level ke IBL
Usai mengukir berbagai prestasi di level sekolah, Ricky mulai ditawari melatih berbagai klub. 2013, Ricky diajak untuk menjadi asisten pelatih dari klub Women National Basketball League (WNBL), Sahabat Semarang dan meraih peringkat 2 WNBL.
Melihat prestasi Ricky yang kian menanjak, GSBC CLS Knights sempat meminang Ricky untuk menjadi pelatihnya. Mereka meraih peringkat 3 dalam ajang Jawa Pos-Honda Pro Tournament 2017 setelah mengalahkan Flying Wheel.
Taktik bermain Ricky yang khas dengan gaya bertahan akhirnya membuat West Bandits Solo, salah satu klub IBL kepincut untuk merekrutnya pada Oktober 2020.
“Saya tidak pernah punya pengalaman di level IBL, tetapi saya diajak Founder West Bandits untuk bergabung. Ia melihat bahwa saya mau belajar dan memiliki potensi besar. Mereka pun juga tertarik dengan taktik bertahan yang saya pakai.”
Namun, nasib kurang baik harus diterima. Usai tiga bulan menjadi pelatih, ia turun level menjadi asisten pelatih dan digantikan oleh Raoul Miguel “Ebos” yang sudah lebih berpengalaman dalam level IBL.
“Saat itu, saya sedikit bergumam. Saya merasa performa tim tidak bagus saat pertandingan off season sehingga saya harus digantikan,” jelasnya.
“Namun, saya tetap positive thinking. Saya mencoba belajar dan mengambil ilmu dari Coach Ebos dan saya mencoba untuk bisa lebih baik lagi,” pungkas Ricky.
Level IBL dan sekolah pun diakui sangat berbeda. Ricky harus beradaptasi dengan perubahan kompleks di level IBL yang dihadapi. Semua tim mengandalkan analisis data untuk menentukan strategi yang harus diterapkan saat bertanding.
“Di level IBL, data menjadi hal penting. Kita selalu menganalisis pertandingan yang dilalui tim-tim lawan untuk mencari kelemahannya. Selain itu, kami harus memiliki berbagai rencana cadangan bila plan utama tidak berjalan,” ungkap Ricky dengan antusias.
Menurutnya, komunikasi dan kekompakan tim menjadi hal krusial dalam melatih West Bandits Solo. Alhasil, dalam musim debutnya di IBL, Ricky berhasil membawa tim tersebut ke babak Playoff IBL 2021 yang akan diselenggarakan pada Mei 2021.
Walaupun mengawali segalanya dari nol dan kini ada di level IBL, Ricky tak pernah puas. Ia memiliki target untuk dapat terlibat dalam turnamen SEA Games.
“Sekarang, saya sangat penasaran dengan SEA Games. Saya ingin bisa membawa Timnas Indonesia ke level yang lebih tinggi,” kata Ricky dengan optimis.
“Sebenarnya, saya tidak menyangka bisa ada di titik ini. Namun, ini berkat prinsip hidup saya yang selalu haus akan prestasi, bukan materi.”
Referensi
Semua data berdasarkan hasil wawancara dengan Jap Ricky Lesmana pada Jumat, 30 April 2021 melalui ruang virtual Zoom.